Video Call (Sex)
Content Warning Graphic description of sex, Video Call Sex (VCS), Explicit Scene (nipple playing, fingering, masturbation), Dirty Talk, Local Porn Word, M-Preg (Male Pregnant), Mantioning Male Lactation
“Sayang, kenapa? Ini aku udah selesai. Udah mau OTW pulang.”
“Kamu dimana sekarang? Masih di studio?”
“Enggak, aku udah ada di mobil.”
Marko menggerakkan ponselnya untuk memperlihatkan pada Jerash bahwa ia sudah ada di mobil.
“Enggak tahan, Ko. Bantuin aku, please...”
“Iya, nanti di rumah, Sayang.”
“Maunya sekarang!”
Marko melihat di layar ponselnya kalau Jerash sudah bertelanjang dada dengan puting yang mencuat. Marko meneguk ludahnya kasar saat melihat pemandangan itu. Gemas rasanya ingin mengemut puting tegang itu seperti saat mereka sedang bermain di atas ranjang.
“Liat kan? Puting aku tegang banget daritadi, Ko. Rasanya gatel dan pengen aku garuk. Pengen aku mainin. Boleh enggak?”
Marko tahu kemana arah video call ini. Jadi, ia menyambungkan audio ponselnya pada eaphone wireless dan memundurkan kursi kemudi.
“Boleh, Sayang. Coba manjain putingnya sendiri. Coba kamu sentuh puting kamu, dipelintir pelan aja, Sayang.”
“Eung? Ah...Gini? Enak...Hngh, ini rasanya kayak waktu kamu mainin puting aku. Kamu—Ah! Suka kan mainin puting aku?”
“Iya, apalagi kalo puting kamu yang lagi tegang aku mainin pake mulut. Aku emut kenceng sampai kamu desah keenakan. Sampai kamu merem melek saking enaknya. Sayang, kamu kan lagi hamil. Pasti nanti tete kamu makin montok. Makin gede. Makin enak kalo aku lagi grepe-grepe tete kamu. Paling itu puting kalo aku puter-puter....Iya, puter kayak gitu, Jer. Bisa keluar asinya.”
“Kotor....Kotor—Ah! Gila! Ngh, lubang aku kedutan. Mulut kamu kotor banget.”
“Lebih gila mana sama kamu, Jer? Video call aku cuma buat minta bantuin kamu. Tarik puting kamu, Jer!”
“Ah! Hnhh, Marko—Ah!”
Jerash menuruti perintah Marko untuk menarik putingnya. Jerash berusaha meletakkan ponselnya pada tumpukan bantal agar Marko bisa melihat dirinya menyentuh diri sendiri dibawah perintah Marko. Kedua kakinya kini tidak bisa diam untuk menahan rasa geli. Ingin rasanya Jerash memasukkan jarinya pada lubangnya yang berkedut. Diam-diam, Jerash membuka celana yang ia pakai. Kini dirinya sudah telanjang bulat.
Wajah sayu itu terlihat jelas di layar ponsel Marko yang membuat Marko mengelus penisnya yang tegang dibalik celananya. Apalagi, saat melihat tubuh Jerash yang tidak terbalut apapun.
“Emang bener, ya kalo lagi hamil tuh binalnya keluar! Binal banget. Tau-tau udah telanjang. Kenapa? Lubangnya udah kedutan gara-gara putingnya dimainin.”
“Emang kamu enggak? Ngocok sana. Kamu nyimpen kondom di mobil kan?”
Marko mendengus. Ia mengambil satu bungkus kondom yang ia simpan di dompet (kebiasaan Marko yang dari dulu selalu menyimpan alat kontrasepsi di dompetnya, takut kalau dirinya dulu kebablasan dengan Jerash kalau sedang pacaran).
“Sayang...”
Nada mendayu itu membuat Marko meremang. Yang ia lihat di layar ponselnya kini adalah Jerash yang sedang memainkan kedua putingnya dengan posisi mengangkang yang memperlihatkan lubang dan penisnya yang tegang.
“E—Enggak bisa—Ah! Enggak tahan. Aku mau dimasukin...”
“Masukin lubang kamu pake jari, Jer. Bayangin kalo kontol aku lagi ada disana. Lagi gerak buat ngerusak lubang kamu. Buat sentuh prostat kamu. Bayangin, kalo kontol aku buat kamu keenakan.”
“Be—Bentar...”
Jerash mulai memasukkan dua jarinya pada lubangnya sedangkan satu tangannya lagi masih memainkan putingnya.
“Gerakin jari kamu. Aku juga lagi ngocok kontol aku, Jer. Pelan aja. Rasain gimana—Ah! Anjing, rasain gimana gerakan jari kamu. Mentokin, Jer kayak kontol aku kalo ada di dalem lubang kamu.”
“Khh—Ah! M—Marko...Ah!”
Jerash memejamkan matanya. Ia membayangkan bagaimana tubuhnya saat ini sedang digauli oleh suaminya dengan gerakan kasar yang menyentuh titik nikmatnya. Mungkin, jarinya tidak cukup untuk memuaskan Jerash tapi bayangan liar tentang Marko dan aktivitas ranjang mereka membuat Jerash semakin terangsang.
“Marko, enak! Di—Disentuh disitu....”
“Iya, Sayang. Enak ya kontol aku mentok dilubang kamu? Aku mentokin lagi ya—ah! Jer, sempit banget lubang kamu. Kontol aku bisa nyundul bayi yang di perut kamu.”
“Ah! I—iya—ahh! Ahn! Kena! Marko, Marko—Ah! Kontol kamu nyundul bayi...Hiks, dedek seneng ditengok kontolnya daddy—Hhhh!”
Marko semakin cepat mengocok penisnya. Ia membayangkan jika dirinya sedang menghentak kuat Jerash hingga laki-laki manis itu berteriak kencang dibarengi desahan halusnya. Ingin rasanya Marko merusak suaminya malam ini dengan banyak gaya seks yang belum pernah mereka coba.
“Ah! Jerash! Argh!”
“Sayang, mau keluar—Ahn!”
“Argh! Kocok aja kontol kamu, Jer sambil terus gerakin jari kamu—Ah! Aku juga mau sampai dikit lagi.”
Marko melihat Jerash masih menggerakkan jarinya dan tangannya yang lain kini sudah beralih untuk mengocok pelan penisnya.
“Ah! Ah! Marko! Hah! Marko, aku mau keluar—Ah!”
Nafas Jerash terengah. Ia langsung menyadarkan punggungnya di headboard kasurnya. Jari pada lubangnya sudah di keluarkan. Jerash masih mengocok pelan penisnya. Perutnya kini agak merasa kram selepas ejakulasinya.
“Enak, Sayang?”
“Enak...Kamu keluar banyak nggak?”
Marko melihat penisnya yang terbungkus kondom. Masih tegang. Ia belum sepenuhnya puas.
“Banyak. Soalnya ngocok sambil ngebayangin wajah sange kamu pas lagi aku entot.”
Jerash tersipu malu. Ia mengambil banyak lembar tisu untuk membersihkan sisa masturbasinya karena melakukan video call nakal bersama sang suami.
“Makasih, Sayang...”
“Oke, kalo gitu aku pulang, ya?”
“Hati-hati, ya. Aku tutup ya, Sayang.”
“Hm...”
Sambungan telepon video itu diakhiri. Marko masih menatap penisnya yang terbungkus oleh kondom. Ia lepas kondom itu untuk diganti yang baru. Kacau, ia masih ingin lagi.
“Jerash, liat aja. Malem ini, kamu enggak bakal tidur.” desis Marko ditengah kegiatannya yang sedang mengocok pelan penisnya lagi sambil menjalankan mobilnya.