Soal Chat Jorok Yang Berakhir Dengan Adegan Ranjang Ringan

Content Warning Graphic Description of Sex, Explicit Scene (kissing, nipple playing, dry humping, handjob), Local Porn Word, Dirty Talk


“Shanshan, kamu kenapa kalo nyusu tuh cepet banget ngeyotnya? Ayah kalah kayaknya. Ayah kalo ngeyot punya—aduh, Nino apa sih?” lengan Milan disikut oleh Nino sambil dipeloti galak oleh Nino.

“Enggak boleh ngomong jorok sama anaknya!” tegur Nino galak.

Milan hanya bisa menyengir kaku. Tangannya lalu meraba dada Nino. Ia mulai mengusili Nino padahal posisinya sang suami sedang memberikan susu ke Shankara agar bayi itu segera tidur.

“Lan...Eugh, Shankara lagi nyusu. Nanti aja—Ah!”

“Bener, ya?” tagih Milan.

Nino hanya mengangguk. Nino menyuruh Milan untuk menyingkirkan tangan Milan dari dadanya. Hingga akhirnya saat Shankara sudah tertidur dan Nino meletakkan bayi itu di box tidurnya. Milan tersenyum puas karena gilirannya untuk menyusu pada Nino.

“Sini, Sayang.” Milan menepuk pahanya untuk menyuruh Nino duduk dipangkuannya.

Nino menuruti perintah Milan untuk duduk di pangkuan laki-laki itu. Malam itu, Nino sengaja menggunakan celana pendek yang bahannya tipis karena keinginannya tadi siang; melakukan dry humping di pangkuan Milan sambil menyusui bayi besarnya. Nino sengaja memposisikan belahan pantatnya pada penis Milan.

“Hebat juga kamu.” kata Milan yang tangannya sudah mulai meraba dada Nino.

Milan selalu melakukan ini. Mengusili puting Nino dengan sentuhan jarinya dulu baru nanti menggunakan bibir dan giginya untuk lebih memberikan ransangan pada Nino.

“Ke—Kenapa? Ahn!”

“Enggak kerangsang karena aku sexting tadi.” kata Milan yang kini sudah membuka satu persatu kancing piayama Nino.

“Siapa bilang? Aku sejujurnya kerangsang...” Nino mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur.

“Oh....”

Milan membawa Nino pada ciuman lembut yang gerakannya hanya saling melumat bibir satu sama lain tapi lama kelamaan berubah menjadi ciuman yang lebih intim dengan perang lidah yang saling menjilat satu sama lain. Milan membiarkan Nino melakukan apa yang ingin laki-laki itu lakukan.

“Ah!”

Nino meremas pundak Milan sewaktu Milan memilin kedua putingnya yang langsung menengang karena sentuhan itu. Seluruh tubuhnya langsung menjadi sensitif saat Milan mulai menyentuh putingnya.

“E—Enggak tahan, Lan. Mau gerak juga. Boleh?”

Sure.”

Dengan gerakan memutar jempol Milan kembali merangsang puting Nino sedangkan Nino sudah mulai bergerak mencari kepuasannya dengan menggesekkan belahan pantatnya ke penis Milan yang sudah agak menegang itu. Lubangnya terasa ingin dimasuki karena berkedut. Ini yang Nino inginkan. Bergerak diatas Milan sambil menyusui suaminya.

“Ah! Ngh! Ah!”

Mata Nino memejam dengan gerakan pinggul yang semakin cepat saat Milan mulai memainkan putingnya dengan mulutnya. Puting Nino diemut pelan lalu dijilat dan dimainkan dengan gigi.

“S—Sakit! Ahn! Ah! Milan! Lan—Ah!”

Tangan Nino menekan kepala Milan agar laki-laki itu semakin gencar memainkan putingnya.

“Ah! Enak banget. Enak banget, Milan—Ngh...Ah! Kenyot terus. Ahn...”

Bibir Milan berhenti untuk memainkan puting Nino. Kini gantian tangannya yang merangsang puting tegang itu.

“Ah!” Nino membusungkan dadanya sambil berusaha mempertahankan bobot tubuhnya di pangkuan Milan.

“Enak ya? Dry humping di paha aku? C'mon, No. Aku mau liat kamu keluar gara-gara gesek di paha aku.”

“Ngh! I—Iya. Enak. Lubang aku kedutan. Kerasa lengket banget—Ah! Milan, tolongin...”

“Enggak. Aku bakal nolongin dengan cara ini aja.”

Milan kembali menyusu pada puting Nino. Kini emutannya lebih kencang hingga Nino berteriak nikmat dan semakin mempercepat gerakan pinggulnya. Gesekan antar fabrik dan kemaluannya itu membawa kenikmatan yang membuat Nino lupa jika ada bayi kecil di kamar mereka.

“Milan, I'm close! Please—Ah! Milan, bentar lagi. Hiks, aku mau keluar! Milan...Hah! Milan—Ah! Ah!”

Tubuh Nino bergetar saat ia mengalami ejakulasinya. Tangannya mengeluarkan penisnya untuk ia kocok pelan. Cairan putih kental itu mengotori piayama yang digunakan Milan.

“Wow! Nino!” Milan terkejut dengan yang dilakukan Nino.

“Ahn! Banyak...Aku mau keluarin semua. Enggak cukup. Aku perlu—Ah! Enak banget, Milan! Milan! Please aku pengen cum lagi. Mainin. Kocok bareng! Keluarin. Cepet. Kontol kamu. Mana kontol kamu?”

Milan menahan bobot tubuh Nino. Ia mengeluarkan penisnya yang langsung ia satukan dengan penis lembap Nino yang sudah bercampur dengan lelehan sperma Nino. Rasanya licin saat Milan berusaha mengocok penis mereka bersamaan.

“Ah! Nino! Argh!”

“Terusin—Ah! Milan...Hah! Ahn! Ah! Cum! Shit—Ah!”

Tubuh Nino bergetar lagi. Ia langsung lemas setelah ejakulasi kedua mereka. Kepalanya ia letakan pada pundak Milan sambil mengatur nafasnya. Begitu pun dengan sang suami yang deru nafasnya terengah-engah tapi tangannya masih usil meraba ujung penis Nino.

Stop, aku lemes banget, Lan. Main sama kamu tuh bikin capek.”

“Capek apa bikin mau lagi, hm?” goda Milan lalu mencium bibir Nino sebelum akhirnya menggendong tubuh Nino ke kamar mandi.

“Lan, ngapain?” tanya Nino sambil menepuk pundak Milan.

“Mandi. Kamu tidur dengan badan lengket peju gini?”

“Bego banget!” Nino hanya bisa mendengus kesal tapi akhirnya pasrah dibawa ke kamar mandi.

Walaupun pada akhirnya mandi bareng mereka diakhiri dengan desahan Nino pada dua menit pertama.

“Milan—Ah! Masuk...”

“Iya, tinggal gerak. Kasian, lubang kamu kedutan minta diisi.”

“Hu'um. Anget lubangnya diisi sama kontol kamu. Digerak—Ah! Mentok—Ahn...”