“Jangan, bu.” cegah Tara ketika ia tahu ibunya pasti ingin memberitahu Gian perihal penyakitnya. “Jangan kasih tau Gian kalau Tara dirawat di rumah sakit. Tara enggak mau Gian khawatir.”

“Tapi, nak...”

“Bu, Tara mohon. Jangan, ya. Nanti kalau Tara sudah lebih baik. Biar Tara yang kasih tau Gian.”

Wanita paruh baya itu menghela nafas. Ia kembali mengantongi ponselnya. Tangannya terulur untuk mengelus puncak kepala sang anak kesayangan.

“Kan udah biasa. Ibu harusnya enggak perlu khawatir lagi kan?”

Ibu Tara mengangguk pelan. Namun, wanita paruh baya itu tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Pasalnya, ia sudah tahu sampai mana hidup anaknya. Kata dokter, jika tidak mengalami fase kritis lagi Tara bisa bertahan.

“Nanti, kalau sudah sembuh. Tara mau beli tanaman baru ya, bu. Aku sedikit rindu berkebun dengan Gian.”

“Tara kangen Gian, ya?”

Tara menggeleng. Ia tidak mau ibunya memanggil Gian kesini. Tara tidak ingin kekasihnya melihat keadaan sakitnya.

“Loh?”

“Enggak, bu. Aku bilang gini supaya ibu enggak panggil Gian kesini. Aku enggak mau Gian liat aku pake baju rumah sakit.”

Ibu Tara tersenyum kecil. Baiklah, hari ini ia akan mengalah untuk anak sematawayangnya itu.