Birthday Gift
Content Warning: Graphic Description of Sex, Explicit Scene (fingering, nipple playing, handjob, petting), Dirty Talk, Local Porn Word, Protected Sex, Vanilla Sex
Jaziel mengetuk pintu kamar Nathan dengan ketukan pelan karena takut menganggu Nathan di dalam sama. Laki-laki itu sudah membeli kue ulang tahun untuk Nathan agar sang pacar tidak lagi marah kepadanya walaupun.
“Nathan...” Jaziel membuka pelan pintu kamar Nathan. Kepalanya melongok untuk melihat apa yang sedang Nathan lakukan di dalam kamarnya.
“Apa?” tanya Nathan yang mengalihkan fokus dari laptopnya.
Jaziel berjalan masuk untuk mendekati meja belajar Nathan. Ia membawa kue ulang tahun dengan lilin yang udah menyala.
“Happy birthday! Maafin aku karena aku lupa hari ulang tahun kamu. Aku enggak bermaksud untuk lupain ulang tahun kamu, Na. Aku emang salah karena enggak kasih catatan di kalenderku.” kata Jaziel dengan suara pelan. “Jangan marah sama aku lagi. Please...”
Nathan menghela nafasnya. Ia lalu memejamkan matanya sebelum akhirnya meniup lilin ulang tahunnya. Nathan tersenyum kecil sambil menerima kue ulang tahun berukuran sedang itu. Ia mencolek sedikit krimnya untuk Nathan coba sebelum akhirnya menaruh kue itu di meja belajarnya.
“Makasih, ya.” kata Nathan lalu menarik tubuh Jaziel untuk mendekat padanya lalu menuntun Jaziel untuk duduk dipangkuannya. “Aku udah enggak marah sama kamu.”
“Beneran?” tanya Jaziel sambil menatap Nathan dengan matanya yang mulai berkaca-kaca karena takut kalau sang pacar masih marah.
“Beneran, Sayang.” kata Nathan lalu memeluk tubuh Jaziel untuk menenangkan Jaziel. “Awalnya, emang aku marah sama kamu karena kamu lupa tapi kalo dipikir-pikir itu kan hal yang wajar kalo orang bisa lupa sama hal-hal kayak gitu.”
Jaziel menjadi lega kalau Nathan tidak lagi marah kepadanya. Kedua tangannya mengalung erat pada leher Nathan sebelum akhirnya menghadiahi Nathan dengan ciuman pada bibir Nathan. Awalnya, Jaziel mencoba untuk memimpin ciuman itu karena ia bermaksud untuk memanjakan Nathan dengan kecupan-kecupan lembutnya tapi Jaziel menjadi kewalahan sendiri karena Nathan tiba-tiba memperdalam ciuman mereka dengan lidah mereka yang saling beradu.
Nafas mereka saling memburu tapi keduanya enggan untuk menyudahi. Nathan menarik tubuh Jaziel untuk lebih dekat dengan dirinya. Bagian bawah mereka saling tergesek yang membuat tubuh Jaziel berdesir.
“Hah...”
Ciuman itu terputus saat Jaziel mendorong pelan tubuh Nathan. Ia benar-benar sudah kehabisan nafas untuk melanjutkan ciuman intim mereka. Mata mereka saling menatap dengan nafas yang sama-sama beradu. Kedua tangan Nathan merambat mengelus punggung Jaziel dibalik kaos yang Jaziel kenakan.
“Ah...” Jaziel meremas kedua pundak Nathan saat sang kekasih memainkan kedua putingnya dengan ibu jarinya. Gerakan memutar pada kedua puting Jaziel membuat dua tonjolan itu mencuat tegang.
“Enak?” tanya Nathan saat itu semakin nakal memainkan puting Jaziel.
“Hum...” Jaziel mengangguk pelan sambil menutup mulutnya. Ia malu kalau harus mendesah lagi karena putingnya yang dimainkan.
Jaziel ingin menangis rasanya apalagi saat Nathan menyingkap kaos yang ia kenakan lalu mendekatkan bibirnya pada salah satu puting Jaziel. Bibir itu mengemut puting Jaziel sambil jemari bebasnya memainkan puting Jaziel yang satu lagi. Stimulus yang Nathan berikan pada tubuh Jaziel membuat Jaziel mendesah lagi. Kali ini lebih kencang karena putingnya bukan lagi hanya diemut tapi juga dimainkan dengan gigi Nathan.
“Jangan, Na. Ah! U—Udahh...” Jaziel berusaha menghentikan perbuatan liar Nathan pada kedua putingnya.
Mungkin, ini adalah hal yang paling jauh yang pernah mereka lakukan selama ini selain petting. Itu pun cuma mereka lakukan sekali. Jaziel semakin merengek meminta Nathan untuk berhenti karena sekarang tubuhnya benar-benar terangsang oleh sentuhan Nathan. Penisnya sudah mulai tegang.
Nathan jelas mengetahuinya. Ia terkekeh pelan lalu kedua tangannya beralih untuk memegang bokong Jaziel. Ia mengangkatnya sedikit sebelum menggesekan belahan pantat Jaziel pada penisnya.
“Hah! Ah! Nathan, ah!”
“Zi, kontol aku makin keras digesek sama pantat kamu.” kata Nathan sambil menggerakan maju mundur bokong Jaziel.
Jaziel menggeleng pelan sambil mengigit bibirnya. Ia takut jika Nathan akan mengerjai tubuh semakin jauh. Apalagi, saat tubuhnya digendong oleh Nathan dan tidurkan di atas tempat tidur Nathan.
“Aku udah enggak bisa nahan diri aku, Zi. Tiap aku nyium kamu yang ada dipikiran aku gimana bibir aku ini bisa nyentuh tubuh kamu ke bagian yang paling dalem. Yang bikin kamu bisa ngedesah enak.”
“N—Nathan...”
“Iya, Sayang?” Nathan mulai menurunkan celana yang dipakai Jaziel.
“Ja—Jangan...” Jaziel berusaha untuk meraih celananya tapi dengan cepat Nathan membuang celana itu ke lantai.
Nathan menyentuh penis Jaziel yang sudah agak tegang. Ketiga tangannya bergerak memutar untuk mengusili kepala penis Jaziel sebelum akhirnya mengeluarkan penis Jaziel untuk ia kocok dengan gerakan pelan. Jaziel mendesah saat ia merasakan nyeri nikmat yang luar biasa pada penisnya yang dikocok oleh Nathan.
“Nathan...Mau....Ahn! Ah! Aku mau keluar...” Jaziel berusaha menggenggam tangan Nathan.
Kepala Jaziel mendongak. Tubuh dan kedua kakinya lemas saat ia mengalami ejakulasi. Spermanya mengotori perut juga tangan Nathan. Nathan mengambil tisu disamping tempat tidurnya untuk mengelap sperma Jaziel.
“Capek, Zi? Ini baru setengah jalan. Kamu jangan capek dulu.” kata Nathan lalu membuka celana yang ia gunakan.
Ditengah kesadarannya itu, Jaziel merasa jika sekarang ia dihadapkan oleh pribadi Nathan yang berbeda. Kali ini yang ada dihadapannya adalah Nathan yang mendamba tubuhnya dan si ahli urusan ranjang. Jaziel tidak berbohong. Nathan benar-benar membuatnya gila sekarang. Sekarang, Jaziel malah penasaran apalagi yang Nathan akan buat dengan tubuhnya.
“Inget enggak waktu kita petting?” Nathan mengeluarkam kejantannya sambil ia kocok pelan sebelum ia dekatkan pada penis Jaziel.
“Akh! Ah...”
“Inget enggak, Sayang rasanya gimana? Rasanya gimana waktu kontol kita sama-sama kegesek kayak gini. Inget enggak waktu kita sama-sama keluar cuma gara-gara gesek kontol doang?”
“Inget. Aku inget, Na.” Jaziel menahan desahannya saat menjawab pertanyaan Nathan.
Nathan semakin menggerakan pinggulnya untuk menggesek penis Jaziel.
“Ngh! Ah! Nathan aku mau keluar lagi, ah! Enggak tahan...”
“Bentar, argh! Hah, Jaziel.” Nathan menggeram rendah. Tangannya mengocok penis miliknya dan Jaziel. Ia juga sudah hampir berada diujung.
“Akh! Hah!”
Ejakulasi kedua Jaziel. Ini belum permainan inti ranjang mereka tapi rasanya sudah sangat amat panas.
“Zi, aku bakal ngelakuin hal yang lebih jauh daripada ini.” Nathan membuka celana dalamnya serta kaos yang ia pakai dihadapan Jaziel. “Gimana?”
Jaziel terdiam. Ia menatap Nathan dengan air mata yang menggenang dipelupuk matanya. Jaziel mengangguk pelan. Ia melepas celana dalamnya lalu melemparnya sembarang juga kaos yang Jaziel pakai juga dilepas supaya ia juga sama-sama telanjang.
“Na, sentuh aku. Aku juga mau hal yang lebih jauh daripada kamu cium aku kayak dulu-dulu.” jawab Jaziel.
Nathan tersenyum kecil. Ia membawa Jaziel pada ciuman intim yang basah. Nathan menggunakan bibirnya untuk mengabsen setiap titik sensitif Jaziel mulai dari telinga, leher, dada, perut dan paha dalam Jaziel. Semua bagian itu dikecup dan dicium dengan lembut oleh Nathan.
“Na...”
“Aku nyari kondom dulu.” kata Nathan sambil menarik laci nakas samping tempat tidur. Nathan mengambil satu bungkus silver itu lalu membukanya. Ia memasang kondom itu sambil mengocok penisnya.
Setelahnya, Nathan membuka kedua kaki Jaziel. Ia lupa satu hal bahwa dirinya tidak memiliki lubricant. Nathan mengulum kedua jarinya hingga lembab sebelum akhirnya memasukkan kedua jari itu pada lubang Jaziel.
“Ah! Nathan, sakit...” Jaziel mengerang sakit karena merasakan gerakan jemari Nathan pada lubangnya yang sempit.
“Tahan. Aku enggak mungkin ngelakuin hal itu tanpa nyiapin kamu, Zi.”
Jaziel merasakan jemari Nathan semakin bergerak liar disana seperti mencari sesuatu.
“Ah!”
Nathan tersenyum kecil. Ia meggerakan jemarinya sekali lagi pada daerah itu dan menyentuh tonjolan kecil itu membuat Jaziel mendesah nikmat lagi. Nathan mengeluarkan jemarinya. Ia menahan kedua paha Jaziel.
“Zi, aku masuk ya.”
Jaziel mengangguk pelan. Ia meremas bantal dengan erat. Ia bergerak gelisah ketika Nathan mulai memasukkan kepala penisnya ke dalam lubangnya.
“Ngh....Ah...Ngh...Argh!”
Jaziel menatap Nathan saat penis Nathan berhasil masuk ke dalam lubang Jaziel. Rasanya sangat penuh dan sesak. Ukuran penis Nathan seakan merobek lubangnya.
“Aku gerakin ya?”
“Ah!”
Nathan menggerakan pinggulnya dengan tempo perlahan. Mata Nathan menatap bagaimana Jaziel mendesah dan tubuhnya yang terhentak karena gerakan pinggul Nathan.
“Ah, Nathan enak! Hah, kamu nyentuh itu berkali-kali, ah!”
Jaziel semakin meremas bantalnya. Prostatnya disentuh berkali-kali oleh kepala penis Nathan yang membuatnya semakin terangsang. Jaziel belum pernah merasakan sensasi ini sebelumnya.
“Nathan! Nathan!”
“Zizi, kamu itu hadiah ulang tahun terindah aku. Hah! Sempit banget, Zi. Aku jadi pusing. Aku pengen hentak kamu lebih cepet lagi. Lebih dari ini.”
Nathan mulai begerak lebih cepat. Ia memegang pinggul Jaziel untuk mendorong penisnya semakin dalam.
“Nathan, ah! Aku mau klimaks.”
Nathan sebenarnya belum ingin keluar. Ia melihat penis Jaziel yang semakin tegang akibat dorongan penisnya di dalam lubang Jaziel.
“Ah!”
Nafas Jaziel tersengal-segal. Tubuhnya lemas akibat ejakulasi ketiganya. Namun, Jaziel menyadari kalau Nathan belum juga keluar.
“Na, kamu belum keluar...”
“Bantu aku keluar waktu tubuh kamu di atas aku, Zi.”
Kini Jaziel berada dipangkuan Nathan. Kakinya sedikit mengangkang. Ia berusaha memasukkan penis Nathan ke dalam lubangnya lagi dengan gerakan perlahan.
“Ngh, ah!” kepala Jaziel mendongak saat penis Nathan masuk kembali.
“Gerakin pinggul kamu pelan-pelan.” kata Nathan sambil merengkuh pinggul Jaziel untuk bergerak perlahan.
“Ah, ah! Hah!”
Posisi ini membuat Jaziel merasa penis Nathan semakin masuk ke dalam lubangnya. Efeknya membuat Jaziel tidak ingin menghentikan gerak pinggulnya naik turun karena berkali-kali penis Nathan menyentuh prostatnya.
“Ngh! Enak banget, Nathan. Nathan, perut aku geli. Ah, kontol kamu...”
“Besar?”
“Uhm...” Jaziel mengulum bibirnya sambil mengangguk pelan.
Jaziel ini benar-benar menggemaskan bagi Nathan. Nathan benar-benar sudah tidak tahan lagi untuk bergerak cepat mengejar ejakulasinya.
“Nathan! Hah, kecepetan! Ah! Nathan!”
“Hah! Aku mau keluar.”
“Iya, ah! Makin be—besar! Ah!”
Jaziel meletakkan kepalanya dipundak Nathan. Ia merasa penuh di dalam lubangnya walaupun Jaziel tahu bahwa Nathan membuang semua spermanya di dalam kondom.
“Capek?” tanya Nathan sambil mengelus pelan punggung Jaziel dan mengelus belakang kepala Jaziel. “Makasih, Sayang buat malem ini. Kamu hebat banget.”
Nathan mengecup pundak Jaziel berkali-kali. Ia mengeluarkan penisnya dari lubang Jaziel sebelum membawa Jaziel untuk berbaring kasurnya.
“Aku buang kondomku dulu.”
Nathan pergi ke kamar mandi dan tak lama ia kembali dengan handuk basah di tangannya. Handuk itu ia gunakan untuk mengelap tubuh Jaziel yang lengket akibat aktivitas ranjang mereka barusan.
“Biar enak tidurnya.”
Jaziel hanya bisa mengangguk pelan. Ia lalu memeluk Nathan dan memberikan laki-laki itu kecupan pada pelipis.
“Makasih, Sayang.”
Nathan tersenyum. Usai membersihkan tubuh Jaziel. Ia memeluk tubuh Jaziel untuk pergi tidur bersama sang kekasih.
Nathan terbangun dengan keadaan dimana penisnya sangat tegang. Ia tidak pernah mengalami morning wood seburuk ini. Apa ini karena semalam ia baru saja berhubungan badan dengan Jaziel?
“Ah! Nyusahin.”
“Apa yang nyusahin, Sayang?” Jaziel mengucek matanya lalu mencium lengan Nathan sebagai sapaan selamat pagi untuk sang pacar.
Nathan masih diam. Ia tidak ingin mengaku bahwa penisnya sedang tegang. Namun, tonjolan dibalik selimut itu membuat Jaziel tertawa.
“Hm? Kenapa?” tanya Jaziel sambil menyentuh tonjolan yang timbul diselimut.
“Ah! Jaziel...”
“Ya? Kamu mau masukin aku lagi biar morning wood kamu reda?”
“Enggak apa-apa? Lubang kamu enggak sakit?”
Jaziel menggeleng pelan. Ia membuka selimutnya lalu membelakangi Nathan sambil membuka belahan pantatnya.
“Kedutan liat kontol tegang kamu. Lubang aku mau dimasukin kamu lagi...”
“Sialan, Jaziel!”